top of page
  • Gambar penulisIndah Utami

Tradisi Ketupat Qunutan di Pertengahan Ramadan


Ilustrasi ketupat. Sumber: detik.com
Ilustrasi Ketupat

Jika ketupat kulit maupun sayur mudah ditemui pada Hari Raya Idul Fitri. Di lingkungan rukun tetangga rumahku, ketupat justru mudah ditemui pada hari ke-16 Ramadan. Para ibu di hampir setiap rumah disibukkan dengan kegiatan memasak ketupat.


Tradisi tersebut dikenal dengan istilah qunutan atau kupatan. Ketupat-ketupat yang sudah matang dibawa ke Musala Al-Iman menjelang magrib. Kemudian, setelah warga menunaikan buka puasa di rumah masing-masing dan kembali ke musala untuk shalat magrib berjemaah disertai tahlilan usai shalat. Baru lah ketupat-ketupat tersebut dibagikan kepada jemaah secara acak agar mereka dapat saling mencicipi masakan buatan tetangga.

Tidak hanya ketupat matang, tapi juga disertai sayur atau lauk pauk. Seperti tetanggaku yang kerap disapa Teh Mul, setiap tradisi qunutan ia selalu memasak ketupat, sayur labu, dan rendang daging karena ia sangat menyukai rendang.

Selain Teh Mul, tetangga samping kiri rumahku juga ikut serta. Aku sering memanggilnya Bude Subur. Aku memanggilnya begitu bukan karena tampilan fisiknya subur, memang itulah namanya. Bude Subur juga mempersiapkan ketupat untuk dibawa ke musala. Biasanya ia memasak ketupat disertai opor ayam dan mi goreng.


Namun, berbeda dengan ibuku. Walau ia salah satu anggota pengajian rutin tiap minggu musala. Ibuku tidak pernah mengikuti tradisi qunutan, sebab tak sempat memasak hidangannya karena harus berjaga seharian di warung kelontong milik keluarga kami. Kemudian mempersiapkan tempat dan bahan-bahan untuk berjualan mi ayam bersama ayahku.


Dilansir dari laman Republika.co.id, qunutan adalah tradisi lama yang masih diwariskan hingga saat ini. Tidak ada yang tahu pasti kapan dimulainya. Ada yang menyebutkan tradisi itu telah berlangsung sejak zaman Kesultanan Demak ketika memperluas pengaruhnya ke daerah barat pada tahun 1524.

Sultan Cirebon, Sunan Gunung Jati, yang dibantu pasukan Demak menduduki pelabuhan Banten dan mendirikan Kesultanan Banten. Kemudian dengan maksud untuk meraih berkah pada bulan suci Ramadan, ketupat pun dibagi-bagikan.


Tradisi qunutan juga sebagai bentuk rasa syukur umat Islam karena berhasil menjalani separuh Ramadan. Qunutan masih berlangsung hampir di seluruh wilayah Pulau Jawa. Selain itu, qunutan juga menjadi momentum saling berbagi makanan dan berkumpul bersama di masjid atau musala pada malam harinya.

Ketika salat tarawih, ulama fiqh juga menganjurkan untuk membaca doa qunut yang diyakini untuk menolak bala (musibah). Sebab, 15 hari terakhir bulan Ramadan akan banyak sekali godaan yang dialami oleh umat Islam dalam berpuasa. Sehingga, diharapkan umat Islam tetap kuat dalam beribadah puasa meskipun berat dan banyak godaan.

Qunutan juga menandakan masuknya malam Lailatul Qadar atau malam penting bagi umat Islam di bulan Ramadan. Tak hanya itu, qunutan merupakan pengingat perpindahan bacaan surat dari Surah At-Takasur ke Surah Al-Qadr, pada salat tarawih. Surat Al-Qadr menjadi bacaan pertama dan At-Takasur menjadi bacaan kedua. Setelah qunutan pun, umat Islam sudah dibolehkan menunaikan zakat fitrah.


Keistimewaan qunutan menggunakan ketupat dianggap tidak cepat basi, karena ada kreativitas yang dibangun, termasuk juga rasa yang berbeda jika menggunakan bahan lain. Dengan hadirnya tradisi qunutan, para orang tua juga mengajarkan kreativitas pada anak-anaknya. Kreativitas dalam mebuat kerangka ketupat.

Tentu saja aku pernah melakukannya, tapi bukan dalam rangka tradisi qunutan melainkan untuk Hari Raya Idul Fitri, dan itu tidaklah mudah. Perlu ketelitian dan kesabaran untuk membuatnya.

Sering kali aku salah dalam menganyam ketupat, hingga akhirnya ketupat yang kubuat jadi longgar dan tidak bisa dipakai. Kalau kamu bagaimana? Apakah di lingkungan rumah mu juga ada tradisi qunutan?



Tulisan ini sudah pernah dimuat di Kumparan.com dengan judul yang sama pada 12 Mei 2020, pukul 15.06 WIB.



5 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page